Fort Worth, Dallas dan Seattle
Kota ke-lima: Fort Worth, Dallas, negara bagian Texas.
Jangan bingung dulu. Soalnya saya waktu itu juga sempet bingung. Di jadwal yang dikasih, katanya sih kita ke Dallas. Tapi kok ke Fort Worth, ya? Ternyata eh ternyata, Fort Worth dan Dallas itu kotanya dempetan. Mungkin kalo di sini kayak Jakarta-Bogor atau Jakarta-Depok gitu deh.
Dallas, auranya berbeda daripada kota-kota sebelumnya. Hampir gak ada transportasi umum di sini. Bus sih ada, tapi jarang banget. Saya lupa nanya apakah di kota ini ada Metro, kereta, atau semacamnya. Yang jelas, ini kotanya orang-orang kaya. Di saat krisis ekonomi menghajar hampir semua aspek kehidupan dan industri, negara bagian Texas di-klaim sebagai salah satu dari sedikit sekali yang tidak terkena imbasnya. Roda ekonomi berjalan relatif stabil. Katanya sih begitu.
Tiga hari di Fort Worth, Dallas, rombongan kami sempat ke Stock Yard untuk makan siang dan melihat-lihat kota tua. Dallas dalam wajah lamanya, seperti yang kita lihat di film-film dengan setting kota koboi. Salon, rodeo –yang sayangnya lagi gak musimnya– dan hal-hal berbau ‘selatan’. Aksen mereka juga beda, semacam diseret-seret. Perlu telinga yang sedikit lebih tajam untuk mengerti mereka lagi ngomong apaan, hehehe…
Kota terakhir dalam kunjungan 3 minggu ini: Seattle.
Di Seattle, program officer di sana mengatur satu meeting pribadi buat saya dan editor-in-chief The Daily. Meeting-nya gak perlu saya ceritain. Yang istimewa adalah lokasinya. Kami bertemu di Pike Place, tepatnya di kedai pertama Starbucks, tempat yang kebetulan memang masuk agenda pribadi dan harus saya kunjungi.
Ada lagi tempat yang wajib didatangi, sih. Saya pengen banget ke makam Jimmi Hendrix dan Kurt Cobain Park, sayangnya gak cukup waktu buat ke sana. Gak jadi ziarah dan tabur bunga deh. *halah*
Buat saya pribadi, Seattle meninggalkan kesan yang paling dalam di antara semua. Kota yang bahkan pada saat summer tetap terasa dingin untuk saya yang ndeso dan sangat tropis ini, sungguh kota yang membius dan memanjakan imajinasi. Kota yang basah, romantis, dengan cara yang kata-kata saja tak cukup untuk melukiskannya. Seattle, membuat saya seketika jatuh cinta…
Epilog: setiap perjalanan adalah pengalaman spiritual. it’s about discovering: places, new things, new you. the real you. someone you never knew. saya sudah kembali ke rumah, ke kehangatan cinta yang sesungguhnya. namun saya berjanji, satu saat nanti –meski entah kapan– saya akan kembali.
mantap cerita dan foto2nya. tapi memang biar kemanapun kita berjalan jauh, kehangatan yg sesungguhnya tetap di rumah :D
Home… there is no place warmer than home :)
travel fun, wherever you visit that place?
Yah jeung Venus…udah nyampe Seattle toh….Aku tinggal sejam dari Seattle, si kota murung :)