Sebagai anak baru, saya yang tadinya sama sekali tidak melirik laut sebagai pilihan destinasi untuk plesiran, cukup gencar ngomporin temen-temen yang belum mau belajar menyelam. Konon, ini salah satu ciri-ciri diver Jakarta: ngracunin orang lain untuk ikutan belajar diving. Itu, selain bahwa mereka katanya merasa punya insang yang harus dibasahi setidaknya sekali dalam dua bulan.
Jam terbang saya masih sangat sedikit. Dive log saya bahkan belum menyentuh angka 30. Tapi dengan pengalaman yang baru seiprit itu, saya tetap merasa wajib membagi cerita dan –tentu saja– meracuni yang lain untuk segera ambil dive license pada kesempatan pertama. Mungkin karena saya blogger. Dalam pemahaman saya, sedari awal, blog memang spiritnya adalah berbagi dan menyampaikan informasi kepada pembaca blog. Berbagi adalah agama kami, para blogger ini. Maka dalil sampaikanlah meskipun hanya satu ayat, itu sungguh benar adanya.
Ada beberapa alasan yang paling umum, kenapa orang ragu-ragu untuk mencoba diving.
1. Takut Air
Ini alasan yang paling banyak saya dengar. Beberapa orang pernah mengalami kejadian gak enak yang berhubungan dengan air. Pernah tenggelam, pernah kegulung ombak, tidak bisa berenang, dan sebagainya.
Percayalah, rasa takut sebaiknya jangan diberi panggung. Saya, alhamdulillah belum pernah mengalami yang namanya hampir tenggelam atau terbawa ombak sampai menimbulkan trauma yang susah disembuhkan. Tapi dari dulu, entah kapan mulainya, saya selalu takut melihat laut. Jutaan kubik air, ombak yang bergulung-gulung, air, air, dan hanya air yang menguasai batas pandang hingga ke garis cakrawala, buat saya sungguh terasa menyeramkan. Belum lagi kalau membayangkan bahwa di laut, kita tidak tahu berapa kedalaman sebelum kita dapat menyentuh dasarnya. Lima puluh meter, seratus, dua ratus meter? Aih. Ngeri betul.
Faktanya adalah, diving adalah olahraga yang relatif aman jika kita sudah punya ilmunya, punya bekal peralatan yang lengkap dan tentu saja dalam kondisi bagus. Jadi sebetulnya memang tidak ada alasan untuk takut, atau menganggap ini adalah olahraga ekstrem, meski memang bukan gak ada bahayanya. Tapi bicara bahaya, nyebrang jalan pun juga bisa mengancam nyawa kalau kita gak hati-hati, toh?
2. Belajar Diving Itu Mahal
Alasan kedua yang paling umum: karena diving itu olahraga yang butuh banyak biaya. Males juga harus ngeluarin duit berjuta-juta hanya supaya bisa menyelam.
Begini. Mahal atau murah itu gak ada standarnya. Tas berharga puluhan juta rupiah bisa saja dianggap bukan barang mahal. Ada orang yang bersedia membayar jutaan untuk sebuah tas bermerk bagus, karena barangnya memang bagus, dengan kualitas bahan yang juga bagus. Beberapa orang bahkan mengoleksi tas-tas semacam ini untuk investasi. Tas-tas ini bisa disewakan atau dijual kembali kalau suatu saat nanti si pemilik sudah bosan.
Diving juga begitu. Saya sempat ragu-ragu dan menghitung-hitung sebelum memutuskan untuk ambil license. Lumayan berat membayangkan, saya harus merelakan sekian juta hanya untuk belajar dan mendapat sertifikasi open water diving. Duh, sayang banget yak? Duit segitu kan bisa buat beli ini itu, bisa ditabung, bisa nambah-nambahin dana buat investasi.
Nah! Itu dia kaca kuncinya. Waktu saya lagi mikir-mikir, kawan saya, Adit yang udah duluan menyelam, mengatakan sesuatu yang membuat saya yakin dan segera memutuskan untuk mulai belajar.
“Gak mahal, Mbok. Kamu kan blogger. Anggep aja investasi. Dengan belajar diving, blogmu akan lebih kaya. Akan lebih banyak yang bisa kamu ceritakan di blog.”
DHUAR!!!
Bener juga dia. Bener banget! Maka saya segera janjian dengan mas Firman untuk mulai ambil sesi kelas dan kolam.
3. Alatnya Mahal-mahal
Betul. Alat yang dibutuhkan untuk olahraga ini harganya memang gak murah. Tapi dibilang mahal banget, ya gimana ya? Lagi-lagi, mahal atau murah itu apa sih ukurannya? Tapi sebagai gambaran, untuk seperangkat basic gear: wet suit, mask (dan snorkel), fins, booties, kita harus rela membayar 3 sampai dengan 4 juta rupiah. Tergantung pilihan model dan merk-nya. Kita bebas memilih yang sesuai budget, seperti kita bebas memilih mau beli sepatu atau baju dengan merk apa dan harga berapa.
Kabar baiknya, sebagai pemula, kita TIDAK HARUS membeli sekaligus semua peralatan yang saya sebutin di atas. Hampir semua dive center menyediakan dive gear lengkap untuk disewakan, kalau memang kita belum punya alat. Kita tinggal berangkat bawa badan kalau mau. Beberapa teman saya kadang juga melakukan ini, kok. Kalau pengen diving tapi males bawa alat, ya udah, berangkat aja. Alat mah gampang. Bahkan mau sewa underwater camera pun ada.
Saya pernah tergoda untuk beli BCD dan regulator. Harganya yaaa gitu deh. Mahal. Hehehe. Tapi kata mas Firman, instructor saya di Do Adventures, “Saranku sih gak usah beli sekarang, Mbok. Nikmati aja dulu aktivitasnya. Nanti kalo udah bener-bener ngerasa butuh dan harus punya, baru deh beli BCD.” Ah, iya juga ya.
Jadi sebetulnya, gak ada alasan untuk kita menunda-nunda belajar menyelam. Kalau ada waktu dan budgetnya, gak usah nunggu. Kalau masih merasa bahwa diving itu olahraga yang mahal, ya nabung aja dulu. Biaya untuk ambil license juga macem-macem, kok. Tinggal pilih yang sesuai dengan kemampuan. Kalau mau nyaman, harganya mungkin memang sedikit lebih mahal. Tapi pada dasarnya, ilmu yang kita dapat juga sama aja mau belajar di mana juga.
Saya ingat, malam pertama di Iboih, Pulau Weh, saya dan temen-temen ngobrol di warung kopi sampai hampir tengah malam. Ngobrol dan ketawa-ketawa sambil saling bercerita tentang berbagai hal gak penting. Di tengah percakapan, mas Firman tiba-tiba bertanya dengan wajah serius.
“Gue pengen tau komentar kalian semua. Apa yang kalian rasakan setelah tau rasanya menyelam? Coba mulai dari mbak Venus. Gimana, mbak? Apa yang mbak Venus rasakan sekarang setelah beberapa kali diving?”
Saya nyengir. Saya merasa harus berhati-hati memilih kata-kata untuk menggambarkan perasaan saya.
“Jujur ya, mas. Aku merasa dapetin lebih dari yang aku bayangin sebelumnya. Bahkan aku merasa yang aku dapetin dengan diving ini jauh lebih banyak dari duit yang harus aku keluarin.”
And it’s true. Biaya ambil lisensi, biaya trip, rasanya jadi gak ada apa-apanya dibandingkan dengan apa yang saya lihat dan alami di bawah sana. Sensasi zero gravity, perasaan melayang di bawah air, hening yang melenakan ketika yang ada di sekitar kita hanya birunya air laut dan warna warni ratusan bahkan ribuan ikan dan coral…
Lagipula, benar kata orang, bahwa bumi kita ini 70 persennya adalah laut. Sisanya adalah daratan yang kita tinggali. Kalau tidak menyelam, artinya kita hanya menikmati yang 30 persen saja, seberapa jauh pun kita mengaku telah keliling dunia.
Planet Earth’s 70% is water. If you don’t dive, enjoy your 30%.
Blup blup blup…
Seru juga kan kalo kita bisa diving ke mana-mana. Bisa berbagi pengalaman ,ketemu teman baru sampai-sampai bisa ketemu pacar di dalam air hehehehhee,
So jangan bilang kalo diving itu mahal!!!
Harga yg di bayarkan juga akan sesuai dengan hasil yg kita dapatkan.
Dive is serious FUN!!
Diving is serious FUN! setuju 100 persen :))
Walau belum pernah coba dan masih berpikiran diving itu mahal, tapi saya yakin yang mbak sudah bayarkan itu semua bisa disyukuri.
Snorkling aja saya girangnya minta ampun, gimana kalau diving :D
aaaah ayo sekalian diving aja! :))
Yang mahal itu, makan setelah nyelem. Ongkos makanan + ongkos akibat naik berat badan…ya astaga mahalnya. :D
itu salah kita sendiri sih biasanya. “gak penting enak yang penting mahal”. bahaya :p
Dengan ini….
Gue jadi makin kepengen buat belajar diving mbooooookk!!!
*ngaduk tanah belakang kali aja nemu emas batangan*
ya ambil license lah. rugi kalo gak. itu si arievrahman juga udah dapet lisence lhoh ;))
Memang untuk beberapa kalangan itu mahal, tapi bagi yang hobby, tidak ada yang mahal :)
Jadi postingan ini buat ngompor2i diving?
buat berbagi cerita. majalah? :p
Makasih mbak posting ini. Aku memang udh ada rencana utk blajar diving, license itu precious bgt. Tapi utk skrg ini mau snorkeling dulu sih sbg pra experiences underwater hehe. Krn aku jg trmasuk org yg gampang panik msh ngelatih diri smpai skrg.
Lagian org Indonesia rugi yah klau gk nyobain bawah laut. Arena yg kta org bule tuh surga dunia yg gk usah jauh” dicari, tinggal nyemplung :”)
bener nih kalimat yg ini :
benar kata orang, bahwa bumi kita ini
70 persennya adalah laut. Sisanya adalah
daratan yang kita tinggali. Kalau tidak
menyelam, artinya kita hanya menikmati yang
30 persen saja, seberapa jauh pun kita mengaku
telah keliling dunia.
Planet Earth’s 70% is water. If you don’t dive,
enjoy your 30%.
*mulainabung*
*memandang nanar diving license yang udah sekian lama disimpan dalam dompet….
Menunggu waktu yang tepat untuk diving,BUDGETNYA JUGA,,,, :)
Hi Venus,
Ijinkan saya berbagi mengenai diving sejauh pengetahuan saya, semoga saya menjadi “perusuh” positif pada blog kamu :-)
Ada yang ckup menggelitik pada point 2 & 3 mengenai materiality value pada diving, tapi coba saya share hal yang saya ketahui dengan membahas 3 point di atas:
1. Takut Air
Mungkin lebih tepatnya takut kedalaman kali ya. Pengalaman saya pertama kali open water di pramuka saya mempunyai banyak pertanyaan pada kepala saya, misalnya “kok ga kliatan dasarnya?”, “gw bisa ga nih?”, “ada hiu ga ya”, “ada setan ga ya?” :)) . Haha, menggelikan bukan? tapi yah itu, ketakutan itu terjadi karena kita tidak pernah mengenal kehidupan dasar laut, kita tidak tau seberapa jauh dasarnya.
Kesimpulan yang saya dapatkan adalah, seseorang akan takut kalau tidak pernah mencoba. Jadi coba dulu, kalo masih takut ga ush nyelam, dipermukaan dulu untuk pengenalan :-) dan ga salah kok kita takut, kalau kita ga pernah takut artinya kita ga bisa membedakan mana yang bahaya mana yang tidak hehe..
2. Belajar diving itu mahal
SALAH dan BENAR, kenapa bisa begitu? di Indonesia ada beberapa agency yang sangat dikenal sampai tidak dikenal bagi orang awam.
Yang dikenal: PADI, SSI, CMAS, NAUI, dll
apakah PADI (saya yakin anda tau) lebih mahal dari ketiga agency diatas? TIDAK saya jawab, semua itu tergantung dari dive center / instructornya siapa, dan yang paling membedakan adalah akomodasi dalam pelatihan. Misalnya anda SSI menggunakan private pool dan ujian di pulau Putri / Sepa dengan PADI close water di public pool dan ujian open waer hanya di pulau pramuka, harganya mungkin lebih tinggi SSI. Jadi semua itu kembali ke anda.
Yang kurang dikenal: POSSI
Entah mengapa teman2 calon diver sekarang hampir tidak mengenal POSSI, padahal banyak instructor SSI / PADI / NAUI / Lainnya di idonesia, mengawali pembelajaran mereka melalui POSSI loh. Dan harganya cukup terjangkau berbanding agency yang dikenal. Materi pembelajaran tidak jauh berbeda juga.
3. Alat Diving Mahal
Benar..!! untuk beberapa alat (selanjutnya Gear) memang mahal, sebut saja regulator & BCD (buoyancy control device). Eitss tar dulu, kalau kamu beli di dive shop ya memang mahal, kenapa ga coba cari second trus service (saya banget tuh) Saya ada 2 regulator set yang saya beli dengan cukup murah bila dibanding dengan beli di dive shop, saya kasih 1 contoh: Regulator Aqualung (udah lengkap) saya beli 2nd 4jt dan service 600rb sudah menemani saya hampir 170log dan sering saya ajak lari di kedalaman >30m<40m thx God tidak pernah ada masalah. Kalau saya beli di dive shop yah harganya hampir 2 digit di depan dengan 6 nol dibelakang, untuk regulator yang 1 lagi (kurang octopus doank) saya beli dengan harga 1,5jt dan sudah menemani saya 20 log. BCD saya beli ketika log saya mencapai 10, dan selama saya pakai saya nyaman saja.
Kesimpulannya, beli dive gear jangan semata karna "brand" / karna teman pakai, tapi karena kebutuhan, misalnya bila kamu seorang recreational diver, untuk apa beli gear seorang technical diver yang notabene jauh lebih mahal.
Banyak gear murah tetapi tidak murahan, gear hanya sebatas gear, dive style yang menentukan keselamatan kita (jangan lupa doa).
Kesimpulannya: Diving memang bukan olahraga murah tapi bukan berarti olahraga mahal, semua tergantung kita dalam menentukan gear. Yang mahal adalah tripnya :))
Mohon maaf bila ada kesalahan dalam penulisan saya, saya bukan blogger, saya bukan instructor, saya hanya diver yang ingin berbagi dengan teman-teman semua.
Have a nice dive
Plan your dive, dive your plan
FS
hai ven,
thanks for sharing, and it is absolutely true! enjoy the rest of 30%. but honestly i haven’t had any liscence yet.. been looked to have liscence, tp gak tau buat nya dimana, budget nya berapa, dan takes time berapa lama.
please advice then, kemana saya harus urus utk pembuatan liscence. fyi, saya based nya di jakarta, so kalo utk pembuatan di luar kota will need big effort siih..
ditunggu yaa bro, infonya. thanks a lot and stay happy! :)
Quote terakhir ny inspiratif.. ijin share ya kak hehe