
Untuk urusan sumber daya alam, negara kita adalah negara yang super kaya. Semua juga paham soal itu. Namun, apabila pengelolaannya tidak sesuai visi pengelolaan berstandar internasional, sumber daya alam dan segala keuntungan yang seharusnya diperoleh negara, cepat atau lambat bakal terkikis. Tidak sekali dua kali kejadian di dunia pertambangan menjadi berita utama di koran pagi kita. Positif atau negatif, semuanya pernah mendapat halaman pertama.
Pada kasus yang sempat ramai beberapa minggu ke belakang, misalnya. Freeport, salah satu perusahaan penambang yang sudah lama berkiprah di Indonesia, dibuat ketar ketir dengan ancaman dicabutnya izin ekspor konsentrat oleh Menteri ESDM, Sudirman Said, lantaran belum juga memenuhi salah satu poin dalam kontrak kerja yang telah disetujui sebelumnya––pembangunan smelter. Smelter, atau smeltery, secara singkat adalah pabrik pengolahan dan pemurnian mineral. Kewajiban membangun smelter bukan hanya milik PT. Freeport Indonesia saja, tetapi merupakan kewajiban bagi seluruh perusahaan penambang yang beroperasi di Indonesia. Hal ini tertuang dalam UU nomor 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara atau Minerba, diantaranya mengatur ekspor bahan tambang yang belum dimurnikan dan larangan bagi perusahaan penambang di Indonesia untuk mengekspor bahan tambang mentah mulai Januari 2014. Anggaran dan waktu yang dibutuhkan untuk membangun smelter memang tidak sedikit, namun, apabila ditilik lebih luas, pembangunan smelter dapat membuka lapangan kerja baru, baik pada proses pembangunan maupun pengelolaannya, yang akan berdampak positif pada perekonomian, dan, tentu saja, pandangan dunia internasional terhadap praktik pertambangan di Indonesia.
Dalam hal ini, pemerintah punya (HARUS punya) peran besar dalam menegakkan peraturan pertambangan. Bagaimana tidak, pemerintah merupakan palang pintu terakhir yang dimiliki negara untuk menyeleksi penambang mana yang layak dan tidak layak melakukan kegiatan pertambangan di Indonesia. Semua aturan, persyaratan, dan perjanjian yang telah disetujui oleh kedua belah pihak harus rajin-rajin dievaluasi implementasinya.
Izin perusahaan yang telah diterbitkan memang tidak bisa begitu saja dicabut, karena sudah diikat oleh kontrak. Namun, pemerintah dapat memberikan efek jera pada penambang yang membandel dengan cara melarang ekspor dan memberikan pajak tinggi kepada penambang terkait. Sanksi ini pula yang pada awalnya akan dikenakan kepada PT. Freeport Indonesia atas kelalaian dalam membangun smelter, meskipun pada akhirnya, sanksi dicabut dengan catatan pemerintah akan memantau segala proses pembangunan smelter mereka yang berlokasi di Gresik. Mulai dari rencana pembangunan, analisis dampak lingkungan, pengerjaan teknik, hingga alih teknologi, semua tidak akan luput dari mata pemerintah melalui Ditjen Minerba dan Kementrian ESDM.
Beberapa pihak mengkritisi keputusan pemerintah yang memberikan kesempatan kedua bagi PT. Freeport Indonesia. Komitmen dan otoritas pemerintah dalam penegakkan ketentuan perjanjian dipertanyakan. Bukan tanpa alasan, perusahaan penambang yang beroperasi di Papua ini memang seringkali mendapat sorotan media karena dianggap kurang berperan dalam pembangunan daerah.
Tidak hanya dari sisi pendapatan, tapi keterlibatan putra daerah dalam proses penambangan juga selalu dituntut. Muncul tantangan baru bagi pemerintah di sini. Pihak otoritas harus memastikan seluruh poin dalam perjanjian kontrak dipenuhi, kelayakan infrastruktur dan pekerja tambang sesuai dengan standar pertambangan internasional, serta mengambil langkah tegas apabila terjadi pelanggaran.
Selain untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, poin-poin di atas juga harus dilakukan agar pemerintah sebagai pengawas proses pertambangan di Indonesia dihormati oleh perusahaan penambang yang izin operasinya bergantung sepenuhnya pada pemerintah. Satukan visi, standar internasional harus tetap dijunjung tinggi apabila kejadian kelam tenggelamnya 9 anak di kolam tambang di Samarinda tahun 2014 lalu tidak ingin diulangi.
Sebagai warga negara, saya masih percaya dan menitipkan harapan yang tinggi kepada pemerintah kita, juga para pelaku industri tambang.
Aku rasa Indonesia masih terus dibodohi dengan pengambilan hasil buminya, Indonesia yang masih belum mampu mengelolah malah dimanfaatkan negara lain untuk memerkaya diri. :(