Kalau mendengar kata Cap Go Meh, yang pertama terlintas di kepala saya adalah Kota Singkawang. Karenanya, waktu diajakin jalan dan melihat dari dekat kemeriahan acara ini di Singkawang, dengan ringan saya langsung mengiyakan. Penasaran. Seperti apa sih, ritual Cap Go Meh ini? Benarkah seseram yang diceritakan?
Cap Go Meh, atau hari ke-15 dari perayaan Tahun Baru Imlek, adalah penutup dari serangkaian acara yang rutin dilakukan setiap tahun di Singkawang. Di beberapa kota besar lain juga ada acara tahunan ini. Namun Cap Go Meh di Singkawang adalah yang terbesar, dan setiap tahun, ia bagaikan magnet yang mengundang wisatawan (domestik juga asing) untuk datang ke kota ini. Tidak heran, menjelang acara ini, semua maskapai penerbangan dengan tujuan Pontianak –kota terdekat yang merupakan pintu masuk utama menuju Singkawang– selalu fully booked. Begitu juga dengan hotel. Kalau baru nyari hotel satu atau 2 bulan sebelumnya, hampir dapat dipastikan akan susah dapet tempat menginap yang nyaman.
Highlight dari festival Cap Go Meh ada 2, yaitu Pawai Lampion, dan Pawai Tatung pada keesokan harinya. Saya ceritakan satu-satu ya..
Pawai Lampion
Malam diadakannya pawai ini nggak boleh dilewatkan (selain Pawai tatung sebagai puncak acara), karena saat itu, seluruh kota seolah berlomba-lomba untuk berdandan, seperti gadis-gadis belia yang berebut perhatian dan mendapat predikat gadis tercantik. Lampion merah meriah di mana-mana, tergantung di langit-langit rumah warga, di depan komplek pertokokan, di seluruh ruas jalan.
Tahun ini, pawai lampion dimulai dari area depan Grand Mall, menyusuri jalan-jalan utama yang tumplek blek penonton. Sulit membedakan mana warga lokal mana wisatawan. Semua sama terlihat bersemangat dan gembira menyambut iring-iringan peserta pawai.
Di bawah ini beberapa fotonya.


Pawai Tatung
Dan inilah acara yang sudah ditunggu-tunggu: Pawai Tatung!
Tatung, adalah orang-orang istimewa. Orang-orang terpilih. The chosen ones. Dalam acara ini mereka menjadi semacam medium bagi arwah para leluhur yang akan merasuk ke badan mereka setelah melalui prosesi tertentu. Tidak semua orang bisa menjadi tatung. Dan belum tentu juga seorang tatung dapat ikut tampil dalam pawai jika ia tidak mendapat restu dari roh leluhur di kelenteng yang mereka datangi. Jika setelah mohon restu, tanda-tanda bahwa restu itu belum mereka dapatkan, maka sang tatung harus diarak lagi ke kelenteng lain, kemudian mencoba peruntungannya sekali lagi. Demikian seterusnya hingga restu itu didapat.



Lalu kalau udah berkali-kali minta ijin tapi gak dapet juga, gimana? Ya mereka gak akan ikut pawai, karena berat sekali risikonya. Alih-alih mendapat kekebalan dan bisa nusuk-nusuk badan di depan umum, besar kemungkinan mereka hanya akan melukai diri sendiri. Begitu pentingnya ritual mohon restu ini, maka ketika kebetulan saya menyaksikan acara minta ijin seorang tatung muda di Rumah Keluarga Tjia dan setelah sekian lama menunggu, restu itu ternyata gagal didapat, sedih rasanya melihat si tatung berjalan lunglai meninggalkan vihara.
Jadi, serem gak sih, pawainya?
To be fair, menurut saya ya gak serem-serem amat. Tapi memang rasanya ngilu-ngilu gimana gitu melihat mereka dengan santainya berdiri bahkan menari-nari di atas bilah-bilah pedang. Dengan mata yang hanya terlihat bagian putihnya karena mereka sedang trance, dan dandanan yang membuat kita serasa melakukan perjalanan ke masa lalu, lalu dengan ekspresi datar mereka menusuk-nusuk pipi, menyayat leher, dan menebaskan berbagai senjata tajam ke lengan atau kaki, penampilan mereka selama 2 jam membuat saya berkali-kali berjengit dan memalingkan muka. Ngilu, neyk!
Sepagian itu saya berdoa supaya tidak harus menyaksikan yang terlalu sadis seperti pertunjukan memakan puppy hidup-hidup, seperti diceritakan oleh beberapa kawan. Doa saya terkabul. Saya tidak melihat atraksi semacam itu, entah karena memang gak ada, atau saya aja yang kebetulan terlewat. Syukurlah. Fiuuuhhh…
Oiya, jangan dikira hanya lelaki-lelaki perkasa yang bisa jadi tatung, ya? Saya melihat beberapa perempuan tatung juga di tengah pawai. Ada yang ibu-ibu, ada yang terlihat masih cukup muda, bahkan kabarnya pernah ada tatung termuda yaitu seorang gadis kecil berusia 4 tahun!
Gimana, ke Singkawang lagi kita tahun depan? Yuk!
haaa? ada cerita tatung makan puppy hidup2??? aaakkkk…sediiih :(
ada. syukurlah kemaren itu gak ada. mudah2an beneran udah gak pake atraksi begituan :(
Aku ngilu liat tusukannyaa :’))
iya. sama :))
1. Mbok, cara kamu nulis content makin keren. Foto2nya juga eye catching.
2. Mbok, aku juga pas Cap Go Meh an datang yang di Glodok, liat tatum yang berdarah2 gitu. Gpp sih, cuma kepikiran setelah “arwah” keluar, acara selesai, itu pipi ama bibir mereka apa kabar ya? Masih bolong gitu? :D
1. terima kasih, hahaha
2. badan mereka setelah atraksi katanya sih gak kenapa-napa. palingan lecet atau tergores dikit. begitu kata Pak Bong, wakil ketua pelaksana acara cap go meh di Singkawang :D
Aku pingin ketemu tatung ganteng dalam kehidupan nyata. :p
YHA!
Ngeliat pawai tatung, jd inget festival Thaipusam wkwkwk … :3
nonton festival cap gomeh disana benar – benar seru, dulu waktu saya masih tinggal di Pontianak, setiap ada acara cap gomeh selalu ke singkawang