Kotabaru gunungnya Bamega
Bamega umbak nampur di sala karang
Umba kmanampur di sala karang
Batamu lawanlah adinda
Adinda iman di dada rasa malayang
Iman di dada rasa malayang
Datang untuk pertama kalinya ke suatu kota atau tempat yang belum bernah dikunjungi sebelumnya, tentu sangat menyenangkan. Begitu juga pengalaman berkunjung dua hari satu malam ke Desa Tarjun, Kecamatan Kelumpang Hilir, Kabupaten Kotabaru minggu lalu.
Kalau ada yang belum tau atau belum pernah mendengar tentang daerah ini, Tarjun adalah sebuah desa nun jauh di Kalimantan Selatan sana. Sebelum trip ini, jujur saya malah nggak tau ada desa ini, saking jauhnya.
Untuk sampai ke tempat ini, pertama-tama kita harus terbang dari Jakarta (untuk yang tinggalnya di Jakarta, ya) ke Banjarmasin selama kurang lebih 1 jam 25 menit. Dari Banjarmasin, ada beberapa pilihan. Mau jalan darat, bisa. Mau lewat udara juga bisa. Lewat udara ada dua pilihan, mau terbang dari Banjarmasin ke Batulicin, atau Banjarmasin – Kotabaru?
Kebetulan rombongan kami para blogger dari Jakarta minggu lalu menempuh opsi perjalanan ketiga: Jakarta – Banjarmasin – Kotabaru. Perjalanan ke Kotabaru ini seru, karena beberapa teman mengaku baru pertama kali naik pesawat ATR. Saya sih udah pernah ya. Beberapa kali. #sombong :))
Nah, udah mendarat di Kotabaru nih. Udah sampe belum?


Beluuuuuuum. Hahahaha. Dari Kotabaru, perjalanan ke Tarjun yang adalah salah satu desa mitra/binaan PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk. (Indocement) masih cukup jauh. Di tengah gerimis, kami berlarian dibawa menuju ke sebuah… speedboat! Iya, seneng banget diajakin naik speedboat menyusuri sungai hingga ke muara. Speedboatnya bagus. Pengalaman baru menyusur sungai di Kalimantan tentu membuat kami semua gembira meski badan lumayan lelah dan mata ngantuk karena belum cukup tidur, haha.
Udah? Udah nyampe Tarjun? Oh, ternyata belum juga, loh. Speedboat yang kami tumpangi harus menempuh dua puluhan menit lagi sebelum mulai tampak di kejauhan, kapal-kapal besar dan ujung bangunan yang menyerupai pabrik –yang ternyata memang pabrik Indocement :))
Singkat cerita, setelah diantar ke kamar masing-masing di Guest House milik Indocement, perjalanan kami yang sesungguhnya dimulai.
BERKENALAN DENGAN IBU ADAWIYAH, SANG LOCAL HERO

Dari penampilannya yang bersahaja, sungguh orang nggak akan menyangka bahwa ibu Adawiyah ini adalah perempuan hebat. Tadinya beliau bekerja di sebuah perusahaan kontraktor Indocement. Keprihatinan ibu Adawiyah akan kebiasaan warga membuang sampah di sungai/laut dan membakarnya, membuat bu Adawiyah berinisiatif mendirikan bank sampah di Langadai, desa kelahiran beliau. Setelah ikut pelatihan perlindungan lingkungan hidup yang difasilitasi Indocement, selain mendirikan bank sampah, beliau juga mendirikan galeri kerajinan daur ulang sampah.
Bukan cuma itu. Ibu Adawiyah juga berperan dalam pelestarian Hutan Mangrove di desanya. Warga yang tadinya menjadikan batang pohon mangrove sebagai kayu bakar, lambat laun belajar untuk ikut menanami lagi hutan mangrove yang sekarang bahkan sudah menjadi salah satu tujuan wisata di sana karena keasriannya.
Berkunjung ke kediaman Bu Adawiyah, pulangnya kami malah dioleh-olehin kudapan produksi beliau dan ibu-ibu Langadai: Amplang, Abon Tuna, dan Keripik Pakis. Terima kasih banyak, ibu! ?
AREA KONSERVASI LINGKUNGAN DAN IWCE

Karena hari sudah cukup sore, ditambah hujan deras yang tiba-tiba turun, sisa hari itu kami habiskan dengan mengunjungi area konservasi di Quarry Pabrik Tarjun. Rombongan kami dibawa ke area konservasi air, lalu naik mobil double cabin, saya, Nita dan Eny sempat ke Pilar Batu Gamping. Pilar yang oleh penduduk sekitar disebut juga dengan Bukit Monyet ini adalah sebuah lahan di dalam area tambang, yang dijaga dan dilestarikan sebagai tempat tinggal koloni monyet. Kawasan ini sama sekali tidak disentuh. Dan beberapa kali dalam seminggu, ada petugas yang mengirim pisang dan sayuran/buah-buahan lain ke Bukit Monyet.


Dari sana, kami bergerak ke kawasan Pusat Pelatihan dan Pemberdayaan Masyarakat (P3M) seluas 7 hektar. Di dalam area P3M ini terdapat Indocement Wildlife Education Center (IWCE), yang merupakan sumbangsih Indocement dalam literasi penyelamatan satwa langka endemik Kalimantan Selatan. Tujuannya untuk mencegah kepunahan satwa langka seperti Bekantan, Owa-owa, dan Rusa Sambar, yang terancam punah karena terancam habitat aslinya. Bekerjasama dengan berbagi lembaga seperti Badan Korservasi & Sumber Daya Alam Kabupaten Kotabaru dan Institut Pertanian Bogor (IPB), di sini satwa-satwa ini diawasi dan dilatih supaya bisa dilepas lagi ke alam liar.
Satu hal yang buat saya sangat berkesan, adalah pesan Bapak Kuky Permana, Direktur Indocement. “Don’t create market. Jangan membeli hewan. Rescue, atau adopsi. Jangan membeli. Karena kalau kita membeli hewan, artinya kita ikut menciptakan pasar. Kasihan lho, binatang-binatang ini. Mereka kehilangan rumah dan sumber makanannya, makanya kita sebisa mungkin membantu me-rescue dan menyiapkan mereka supaya nanti bisa survive saat dikembalikan ke alam bebas”.
Yang juga menarik, di P3M ini kami sempat diajak mencicipi madu lebah kelulut/lebah trigona (lebah tanpa sengat) yang dibudidayakan di kotak-kotak yang terbuat dari papan. Sarang lebahnya unik, bukan seperti yang biasa kita lihat di majalah atau televisi. Cara mengambil madunya bukan dengan cara memeras sarang lebahnya, tapi menyedot dengan alat khusus seperti pompa mini. Nah, khusuzon kemarin, kami dipersilakan MENYEDOT MADU LANGSUNG DARI SARANGNYA, PAKAI SEDOTAN! :?))
PIKNIK DI HUTAN MANGROVE
Pagi-pagi sekali, kami bergegas meluncur ke Desa Langadai lagi. Niat awalnya adalah mau sepedaan di kawasan wisata Hutan Mangrove sebelum matahari naik terlalu tinggi. Namun rencana ini batal, dan jadinya kami ‘hanya’ berjalan-jalan di area ini, lalu ramai-ramai menikmati sarapan pagi yang enak banget. Ditemani kelompok musik yang membawakan lagu-lagu Melayu, kami juga diajak mencoba menggunakan senjata tradisional yaitu Sumpit. Tadinya juga kami mau berkeliling hutan mangrove menggunakan sampan. Tapi begitu melihat sampannya terlalu imut, kami yang nggak biasa naik perahu ini langsung ciut nyali, hahahaha. Gak apa-apa deh batal naik sampan. Daripada sampannya udah jalan lalu ada yang panik dan bikin perahunya tumplek, kan gak lucu ya ?))
MENDADAK ROADTRIP!
Buat saya pribadi, ini bagian yang tak kalah menyenangkan.
Siang itu, seharusnya kami terbang dari Batulicin ke Banjarmasin, dilanjutkan dengan pesawat ke Jakarta. Tapi tiba-tiba dikasihtau bahwa pesawat yang dari Batulicin delay sampai pukul 5 sore! Padahal kami harus ke Jakarta dengan flight jam 18.45 WIT. Waduh.
Maka demi kemaslahatan bersama, kami lantas sepakat untuk jalan darat saja ke Banjarmasin yang jaraknya 6 jam perjalanan dari Tarjun. Bok. Daripada ketinggalan pesawat ke Jakarta. Gak mungkin kami menginap semalam lagi, karena masing-masing sudah ada agenda lain di hari berikutnya. Bisa kacau dunia persilatan, hahaha.
Alhamdulillah perjalanan darat dadakan ini aman – dan surprisingly nyenengin—dan kami gak ketinggalan pesawat. Rombongan sampai di Bandara Internasional Syamsudinnoor di Banjarbaru tepat waktu, bahkan kami masih sempat makan malam. Fiuh! Alahmdulillah lega ?))