Bersama kurang lebih 30 blogger lain, minggu lalu saya berkunjung ke Semarang atas undangan PT Sido Muncul. Iya, Sido Mucul, pabrik jamu legendaris yang salah satu produknya, Jamu Tolak Angin, menjadi andalan hampir semua orang kala masuk angin. Ya, setidaknya temen-temen dan orang-orang terdekat yang saya kenal sih ngakunya gak pernah absen membawa satu atau dua sachet jamu ini di tas. Saya termasuk satu di antara orang-orang itu, hehehe.
Keseruan trip ke Semarang ini dimulai sejak subuh di bandara Soekarno Hatta, Jakarta. Begitu sampai di bandara, saya yang bingung karena belum hapal bagian dalam terminal 3 yang baru itu, dijemput Dwika dan diajakin langsung ke meeting point, tempat kawan-kawan bloger yang lain sudah menunggu. Wah, hampir semuanya blogger muka-muka lama! Pasti rame ini sih jalan-jalan bareng mereka :))
Mendarat di Semarang, rombongan dijemput oleh bus yang sudah stand by, siap membawa kami semua berkeliling. Oiya, entah siapa yang memulai, nyatanya kami semua sepakat menggunakan tagar #sidopiknik untuk berbagi keseruan dan aktivitas selama jalan-jalan ini lewat media sosial. Jadi kalau kemaren terlewat gak sempet ngikutin perjalanan kami yang super heboh, silakan cari dengan hashtag #sidopiknik aja ya :D
Tidak seperti dugaan saya, begitu sampai di Semarang, kami tidak langsung diajakin ke pabrik jamu Sido Muncul. Alhamdulillah tuan rumahnya baik banget dan ngertiin kalo jam segitu kami sedang lapar-laparnya, hahaha. Jadi dibawalah kami ke… kedai soto Pak Man, untuk sarapan! Iya sih, kami nyampe sana masih pagi banget, dan akan berkeliling seharian penuh, maka sarapan menjadi penting, sodara-sodara :))
Saya yang gak suka jajan atau nyobain kuliner ini itu, awalnya kaget liat mangkok soto yang disajikan di warung Pak Man. Ih, imut amat mangkoknya? Mana kenyang makan semangkok kecil begini? Owalaaaah ternyata di meja sudah disiapin wadah dan piring-piring besar berisi tempe goreng dan berbagai jenis sate: dari telor puyuh sampai jeroan. Jadi begini ternyata cara makan sotonya: nasinya dikit, aksesorisnya dibanyakin. Hahaha
Kenyang dan bahagia setelah sarapan, bus langsung meluncur menuju Rawa Pening. Pak Irwan Hidayat, direktur PT Sido Muncul beserta teamnya sudah menunggu kami di sana.
Di tepian Rawa Pening inilah Pak Irwan, juga Pak Bambang dari bagian PR memberikan penjelasan panjang lebar tentang eceng gondok dan cita-cita menjadikan Rawa Pening sebagai daerah tujuan wisata.
Lhoh, apa hubungannya eceng gondok dan sektor pariwisata, ya?
Jadi begini. Rawa Pening, danau seluas lebih dari 2600 hektar ini tadinya indah dan bening (Pening berasal dari kata ‘bening’). Berada di kaki gunung Merbabu, Ungaran, dan Telomoyo, Rawa Pening dikaruniai pemandangan yang bagus dan udara yang sejuk. Nah, sayangnya, eceng gondok yang kini bisa dibilang menutupi hampir sepertiga bagian danau, membuat danau ini tidak lagi seindah dahulu.
Menurut sejarahnya, eceng gondok yang merupakan tanaman asli dari Brazil ini, pertama kali dibawa ke Indonesia untuk dijadikan tanaman penghias kolam istana kepresidenan. Sayangnya, populasinya kemudian tidak terkendali karena kemampuan berkembangbiak tanaman ini ternyata luar biasa.
Bayangkan. Satu batang tanaman ini jika dipotong –dengan masih menyisakan akar–, akan tumbuh menjadi 8 (delapan) batang tanaman baru dalam waktu sangat singkat. Jika tanaman lain butuh waktu lama untuk berkembang biak, eceng gondok ini sebaliknya. Dalam waktu 23 hari saja, sebatang tanaman eceng gondok mampu berbiak dan menutup permukaan danau sebesar 1 meter persegi. Ini juga yang terjadi di banyak tempat lain di Indonesia: Waduk Cirata Purwakarta, Sungai Citarum, Jatiluhur, Danau Tondano, Danau Batur di Bali, Danau Toba di Sumatera Utara.
Upaya pembersihan eceng gondok dengan memanfaatkannya menjadi bahan baku kerajinan tangan dan sebagainya, bahkan pengerukan seperti yang kami lihat saat kami di sana, jelas tidak sebanding dengan kecepatan pertumbuhan populasi tanaman ini. Bahkan menurut Pak Irwan, “membersihkan eceng gondok dengan cara ini, seperti menggarami laut.” Ya iya sih. Kebayang kan, dipotong satu, tumbuh 8 batang baru. Didiemin, lama-lama itu danau penuh tertutup tanaman pengganggu.
Bukan hanya gak enak dilihat karena menuh-menuhin danau, hama eceng gondok ini juga bertanggungjawab terhadap menurunnya kualitas air, punahnya berbagai spesies ikan, juga percepatan pendangkalan danau. Karena anatomi daun eceng gondok yang lebar, juga kemampuan pertumbuhannya yang luar biasa, eceng gondok juga menyebabkan permukaan air danau menyusut bahkan akhirnya kering. Sedih banget, kan, danau-danau indah yang menjadi sumber mata air dan berpotensi menarik wisatawan berkunjung, akhirnya kering gara-gara eceng gondok?


Kata Pak Irwan kemarin, karena Rawa Pening ini mestinya bisa dikembangkan menjadi daerah wisata dan membawa dampak ekonomi buat masyarakat yang tinggal di sekitarnya, hal pertama yang harus dilakukan adalah menyelamatkan mata airnya. Dari sini, PT Sido Muncul berinisiatif memanfaatkan eceng gondok sebagai sumber energi terbarukan sebagai alternatif gas, bahan bakar yang selama ini digunakan di pabrik. Lewat berbagai riset, di PT Sido Muncul, kini eceng gondok dapat diproses menjadi pellet, bahan bakar yang langsung digunakan di pabrik jamu tersebut. Proses pengolahannya juga cukup sederhana. Batang eceng gondok yang sudah dikeruk, diangkut ke pabrik, dimasukkan ke mesin pencacah, kemudian dicetak menjadi batang-batang pellet yang bisa langsung dipakai sebagai bahan bakar. Danau menjadi lebih bersih, dan pellet eceng gondok juga memberikan dampak ekonomi bagi pabrik dan lingkungan sekitar. Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui. Keren banget, ya…
Usai melihat langsung proses pembuatan pellet berbahan eceng gondok, rombongan diajak makan siang di joglo yang berada di area taman agrowisata, masih di dalam lokasi pabrik Sido Mucul. Di sana, kami semua mendapatkan banyak ilmu baru dari Pak Irwan Hidayat. Wejangan beliau tentang hidup, strategi bisnis, bahkan juga tentang kecintaan terhadap negara Indonesia, membuat saya merenung. Bapak yang satu ini bener-bener matang (bukan karena usia namun juga filosofi dan pengalaman hidupnya), bijaksana, jenius dalam berbisnis, dan sangat Indonesia. Barangkali keindonesiaan beliau bahkan ngalah-ngalahin saya. Pak Irwan ini, apa-apa yang beliau ingin lakukan, ujung-ujungnya adalah gimana caranya memberi manfaat dan dukungan sebesar-besarnya kepada negara dan bangsa Indonesia.
Terima kasih banyak atas undangannya, pak! :)