Sekotak paket combo dari sebuah restoran cepat saji yang punya nama besar, dengan tertib dan cepat diedarkan ke seantero ruangan. Semua yang hadir duduk manis di tempat masing-masing, menunggu jatah kotak makanan dibagikan.


Saya mengamati sekeliling. Suara riuh bocah-bocah, tepat seribu anak jumlahnya, yang sejak sore tadi meriah bersahut-sahutan dengan suara kakak-kakak host yang memandu acara istimewa ini, berganti menjadi gumam samar. Bocah-bocah itu, tamu istimewa yang sesungguhnya menjadi bintang acara buka bersama malam itu, sedang sibuk membuka dan mulai menyantap hidangan buka puasa yang sudah disiapkan untuk mereka. Hati saya menghangat. Mata saya juga…

Sekilas saya mengintip apa isi kotak yang ada di depan saya. Oh. Ada nasi putih dalam bungkus kertas, lalu ada burger, juga sepotong ayam goreng tepung. Alhamdulillah, buka puasa. Alhamdulillah pula, menu buka puasa kami semua ternyata sama persis dengan menu berbuka yang sedang dinikmati oleh anak-anak kekasih Allah ini.

Sebetulnya saya belum terlalu lapar meski sudah berpuasa seharian. Jujur, menunya juga buat saya kurang menarik. Terlalu biasa. Apa istimewanya sih, ayam goreng krispi, burger, dan sekepal nasi? Tapi melihat kegembiraan anak-anak yang memenuhi ballroom Kuningan City ini, menyaksikan mereka dengan lahap menikmati suapan demi suapan sambil tetap saling berkomentar dan berceloteh, saya tercekat. Saya maluuuuu banget. Tiba-tiba saya merasa sangat kerdil, merasa tak tahu diri.



Males makan karena menganggap makanannya biasa aja. Ckck. Padahal untuk jutaan orang lain, buat 1000 anak yatim yang malam itu diundang khusus untuk berbuka puasa bersama para karyawan dan pimpinan PT Adaro Energy Tbk, menu yang ‘biasa aja’ ini barangkali bukan sesuatu yang bisa setiap saat mereka nikmati. Tidak seperti anak-anak seumuran yang lebih beruntung, yang tumbuh di keluarga ‘normal’, barangkali mereka harus menabung dulu supaya bisa makan burger dan ayam goreng krispi. Barangkali mereka harus menahan keinginan tiap kali melihat iklan makanan ini. Karena jangankan untuk jajan sesukanya, bahkan orangtua kepada siapa mereka bisa minta uang jajan pun, mereka tak punya.
Duh…
Tanpa buang waktu, dengan penuh rasa syukur –dan rasa bersalah– lantas saya menyantap sekotak paket combo, menu buka puasa kami semua malam itu. Dengan khidmat. Sesuap demi sesuap.
Ternyata mungkin memang fitrahnya manusia ya? Kita suka lupa, dibandingkan orang lain, betapa beruntungnya kita sebetulnya. Begitu banyak kemudahan, kelonggaran rezeki, kesehatan, keluarga yang lengkap dan ‘normal’, yang kadang lupa disyukuri. Keseharian kita tidak jauh-jauh dari mengejar uang dan kebahagiaan duniawi yang bisa jadi semu. Kita lalu lupa, sebanyak apa sih sebetulnya yang kita butuhkan? Apa artinya cukup? Kapan kita akan merasa cukup?
Ah, sudah ya, curhat mellownya. Hahaha.


Malam itu, saya senang sekali bisa hadir lagi di acara tahunan Adaro seperti tahun lalu, tahun sebelumnya, dan tahun sebelumnya lagi. Buka bersama 1000 anak yatim yang diundang khusus oleh Pak Boy Thohir, bahkan beliau sendiri yang setiap tahun selalu memilih menu dan pengisi acara yang tampil menghibur anak-anak ini.
Setiap kali, saya selalu merasa mendapat sesuatu yang baru. Bukan hanya makan enak, tapi juga energi baru, kesadaran baru. Rasanya seperti disiram seember air dingin. Segar. Seperti mendapat tenaga tambahan untuk melanjutkan hidup, meneruskan tugas dan kewajiban membawa manfaat bagi sesama makhluk Tuhan.